Pengawasan Ombudsman Untuk Mewujudkan Pelayanan Publik Yang Berkualitas
OPINI
Sabarudin Hulu, S.H., M.H., Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah
2/3/20253 min baca


SEMARANG - Seorang Filsuf Amerika William James mengatakan "pesimisme membuat kita lemah, optimisme memberikan kita kekuatan". Sepenggal kalimat ini mengingatkan kita atas upaya penyelenggara pelayanan untuk melakukan pembenahan pelayanan publik yang lebih baik dan berkualitas di Indonesia. Pelayanan publik merupakan tanggungjawab pemerintah, termasuk kualitas layanan seharusnya sesuai standar pelayanan bahkan melebihi standar pelayanan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik).
Filosofi diundangkannya UU Pelayanan Publik bahwa negara memiliki kewajiban untuk melayani setiap warga negara dan penduduk dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya. Wajah negara adalah birokrasi yang memiliki kewajiban untuk melayani publik. Tata kelola pelayanan publik yang baik harus dibangun dengan memperhatikan dan melaksanakan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik secara tepat tanpa mengurangi nilai yang sudah ada. Masyarakat semakin sadar bahwa hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang maksimal, transparan, akuntabel, berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur serta tidak terjadi maladministrasi. Hal ini, perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah sebagai penyelenggara layanan, sehingga semakin mendororong pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Pelayanan publik merupakan wajah konkret kehadiran negara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Ketika pelayanan publik tertunda-tunda, birokrasi yang berbelit-belit dan tidak melayani publik, hal ini berdampak pada turunnya kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemerintahan. Pasal 40 UU Pelayanan Publik memberikan hak kepada publik untuk menyampaikan laporan atau pengaduan atas penyelenggaran pelayanan publik yang ditemukan adanya Maladministrasi, yang menyatakan “masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota”.
Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara, yang memiliki fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, melakukan mengawasi penyelenggara pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan termasuk Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah serta badan lainnya.Hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 undang-undang pelayanan publik.
Kewajiban Penyelenggara dan Pengawasan
Peraturan yang bagus sekalipun, tetapi birokratnya tidak berjiwa melayani dan taat asas penyelenggara pelayanan publik, maka akan menghambat terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Penyelenggara pelayanan berkewajiban memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 15 huruf e Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik. Pengawasan terhadap penyelenggara dalam melayani publik, tidak hanya Ombudsman yang berwenang melakukan pengawasan, juga masyarakat dan media memiliki peran untuk melakukan pengawasan dalam memastikan tersenggaranya pelayanan publik sebagaimana mestinya.
Keluhan publik tidak cukup hanya direspon oleh penyelenggara, tetapi juga wajib memastikan bahwa keluhan ditindaklanjuti dan diselesaikan. Setiap keluhan publik, penting untuk diselesaikan bukan diabaikan. Solusi penyelesaian suatu keluhan, tidak hanya bersumber dari birokrasi itu sendiri tetapi diperlukan pelibatan publik untuk ikut serta mencari solusi. Pelibatan publik dalam menyelesaikan suatu keluhan, bagian dari pengakuan dan penghormatan terhadap hak publik. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna perdana menegaskan bahwa pentingnya reformasi birokrasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyat.
Di negara Belanda, penanganan keluhan publik dengan metode Fair Traitment Approach yang digunakan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Hubungan Kerajaan Belanda. Metode ini, untuk menyelesaikan keluhan masyarakat dengan pendekatan yang berkeadilan, dan meninggalkan birokrasi yang rumit dan bertele-tele. Pelibatan publik mencari solusi, dan pengakuan serta mendengar keluhan publik secara terbuka, merupakan hal penting dalam metode pendekatan ini. Di Indonesia terdapat regulasi yang mengatur peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam undang-undang pelayanan publik, hingga pada partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017.
Pelayanan publik yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur, dapat terwujud apabila, pertama terciptanya budaya malu dari penyelenggara pelayanan, kedua mengedepankan prinsip melayani sebagaimana amanat undang-undang aparatur sipil negara, ketiga pengakuan atas hak masyarakat untuk dilibatkan dalam mencari solusi terkait keluhan layanan publik, dan keempat pengawasan internal dan eksternal yang efektif.
Artikel ini pertama kali diterbitkan di Buletin Lex et Veritas Vo. 1 No. 1 Januari 2025.
IKAHUM Atma Jogja
Ikahum Atma Jogja adalah ikatan alumni Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang solid, berdedikasi untuk saling mendukung, berbagi pengetahuan, dan berkontribusi pada almamater dan pengembangan hukum serta masyarakat.
KONTAK:
bergabung dengan ikahum atma jogja
sekretariat@ikahumatmajogja.id
+62 812 1414 9719
© 2025 IKAHUM ATMA JOGJA